Ini yang Bikin Fresh Graduate Gagal saat Interview

Ilustrasi. (Foto: Techwill)

JAKARTA - Bukan kali pertama pihak industri mengeluhkan kompetensi lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Ekspektasi yang terlalu tinggi sering kali membuat para fresh graduate kesulitan mendapatkan pekerjaan di perusahaan idaman.

Demikian disampaikan Senior Manager Corporate Recruitment Mitra Adi Perkasa (MAP), Nani Novianty. Dia mengungkapkan, persoalan yang sering kali ditemui ketika rekrutmen fresh graduate adalah penilaian mereka terhadap diri sendiri yang terlalu tinggi.

"Penilaian mereka terhadap diri sendiri sangat tinggi. Misalnya, karena lulusan kampus ternama, seperti Universitas Indonesia (UI), mereka meminta gaji Rp7 juta. Padahal mereka belum punya pengalaman," kata Nani, ketika berbincang dengan Okezone di Career and Education Fair Career Builder di Smesco, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (15/2/2014).

Kemudian, lanjutnya, softskill yang tidak dimiliki fresh graduate saat ini adalah bekerja di bawah tekanan. Nani menyatakan, anak rantau memiliki semangat juang lebih baik dibandingkan mereka yang memang berasal dari kota tersebut.

"Kerja di mana pun pasti ada tekanan. Sayang, fresh graduate sekarang gampang menyerah saat ada tekanan sedikit. Mentalnya enggak kuat. Anak rantau malah lebih baik dalam tekanan. Mungkin karena mereka pendatang jadi daya juangnya lebih kuat," jelasnya.

Sebenarnya, kompetensi seperti apa yang dicari pihak industri dari lulusan perguruan tinggi? Nani menyebut, fresh graduate yang memiliki keinginan untuk terus belajar serta bersikap loyal dengan pekerjaan dan perusahaan yang digeluti menjadi incaran pihak industri.

"Kepribadian atau softskill mereka harus baik. Punya kemampuan berkomunikasi, berpikiran terbuka, mau menerima kritik dan saran dari orang lain, serta bisa belajar dan adaptasi dengan cepat sehinggaa mampu bersaing dengan rekan kerja lainnya," imbuh Nani.

Nani mengatakan, kemampuan akademis, seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) memang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perekrutan. Namun, katanya, faktor penentu terletak pada proses wawancara di mana perusahaan bisa mengenal calon karyawan secara personal.

"Kadang IPK tinggi tapi kemampuan komunikasinya rendah. Mereka hanya berorientasi pada gaji. Mereka yang seperti itu biasanya tidak loyal dengan perusahaan sementara kami mencari yang mau belajar terus-menerus," tutupnya.

Courtesy : Okezone Kampus

Tidak ada komentar